Terletak sekitar 30 km di utara Kota Bandung. Tempat indah ini terletak di daerah Lembang, kurang lebih 30 menit dari Bandung menggunakan kendaraan bermotor.Gunung Tangkuban Parahu mempunyai ketinggian setinggi 2.084 meter. Gunung ini menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang menarik di Jawa Barat. Lingkungan alamnya yang sejuk, dan sumber mata air panas di kaki-kaki gunungnya. Deretan kawah yang memanjang, menjadi daya tarik tersendiri.Tangkuban Perahu sebenarnya adalah gunung berapi. Dinamakan tangkuban perahu karena bentuknya yang menyerupai kapal yang terbalik.
Nama Tangkuban Perahu sendiri sangat lekat dengan sebuah legenda tanah Sunda yang sangat terkenal, yaitu Sangkuriang. Gunung Tangkuban Perahu yang dari kejauhan tampak seperti perahu terbalik, konon diakibatkan oleh kesaktian Sangkuriang yang gagal meyelesaikan tugasnya dalam membuat perahu dalam waktu semalam untuk menikahi Dayang Sumbi yang tak lain adalah ibu kandungnya sendiri. Karena begitu kesalnya tidak dapat menyelesaikan pembuatan perahu tersebut, akhirnya Sangkuriang menendang perahu yang belum jadi tersebut. Legenda diataslah yang menjadi kaitan erat dalam penamaan gunung Tangkuban Perahu.
Pesona gunung Tangkuban Perahu ini begitu mengagumkan, bahkan, pada saat cuaca cerah, lekukan tanah pada dinding kawah dapat terlihat dengan jelas, sangat kontras dengan hijaunya pepohonan di sekitar gunung tersebut. Tidak hanya itu, dasar kawah pun dapat kita nikmati keindahannya yang sangat mengagumkan. Keindahan alam inilah yang menjadikan Tangkuban Perahu menjadi salah satu tempat wisata alam andalan Propinsi Jawa Barat, khususnya Bandung.
Jalan menuju Tangkuban perahu, dikiri kanan jalan anda akan melihat hamparan hijaunya kebun teh dan juga barisan pohon-pohon pinus. Namanya juga gunung, sudah pasti setiap saat udaranya sejuk banget. Karena Tangkuban perahu merupakan gunung merapi yang masih aktif sampai saat ini, maka dari dulu sudah banyak terjadi letusan yang meninggalkan kawah sisa letusannya. Saat ini Kawah-kawah tersebut sudah dijadikan tempat wisata.Kawah-kawah tersebut antara lain Kawah Ratu, Upas, Domas, Baru, Jurig, Badak, Jurian, Siluman dan Pangguyungan Badak. Di antara kawah-kawah tersebut, Kawah Ratu merupakan kawah yang terbesar, dikuti dengan Kawah Upas yang terletak bersebelahan dengan kawah Ratu. Beberapa kawah mengeluarkan bau asap belerang, bahkan ada kawah yang dilarang untuk dituruni, karena bau asapnya mengandung racun.
Jikalau anda berkunjung ke Bandung, luangkan waktu anda mengunjungi tangkuban perahu. Udara yang sejuk, pemandangan yang indah, semuanya akan membuat anda puas. Mengunjungi tangkuban perahu berarti anda telah menikmati wisata alam, wisata lagenda, dan juga wisata belanja. Karena di kawasan gunung ini banyak kita jumpai pedagang-pedagang yang menjual berbagai macam sauvenir, makanan, dll. Di bibir kawah gunung ini anda juga bisa berjalan-jalan dengan menunggangi kuda sewaan, yang semuanya akan menambah kepuasaan.
KAWAH PUTIH
Kawah putih adalah danau yang berada di puncak Gunung Patuha, Kecamatan Ciwidey di ketinggian 2.434 meter di atas permukaan laut dengan suhu antara 8-22°C. Letusan Gunung Patuha pada sekitar abad X dan XII silam-lah yang membentuk kawah yang hanya berjarak sekitar 46 km dari Kota Bandung atau 35 km dari ibukota Kabupaten Bandung itu.
Konon kabarnya, Gunung Patuha berasal dari nama Pak Tua atau Patua. Ada juga yang menyebutnya Gunung Sepuh mengingat di sekitar kawasan kawah putih terdapat beberapa makam leluhur, seperti Eyang Jaga Satru, Eyang Rongga Sadena, Eyang Camat, Eyang Ngabai, Eyang Barabak, Eyang Baskom, dan Eyang Jambrong.
Salah satu puncak Gunung Patuha yakni Puncak Kapuk—disebut-sebut sebagai tempat pertemuan para leluhur yang dipimpin oleh Eyang Jaga Satru. Katanya, di tempat ini secara gaib terlihat sekumpulan domba berbulu putih. Masyarakat setempat menyebutnya domba lukutan.
Dahulu kala, lokasi indah tersebut terkenal angker. Burung akan mati bila melintas di atas kawah. Manusia-pun enggan untuk menjamahnya. Sepenglihatanku memang tak satupun burung berterbangan di sana.
Sejarah meriwayatkan, misteri keindahan kawah putih baru terungkap pada tahun 1837 ketika seorang peneliti botanis Belanda kelahiran Jerman, Dr. Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1864) melakukan penelitian.
Jika warga setempat bergidik memasuki hutan berkabut itu, sebagai seorang ilmuwan, Junghuhn tidak begitu saja mempercayai keangkerannya. Setelah menanjak menembus hutan Gunung Patuha, dia terpana saat menemukan danau kawah yang begitu indah. Layaknya kawah gunung berapi pada umumnya yang mengeluarkan semburan lava belerang dan gas, begitu pulalah kawah putih.
Penelitiannya itu kemudian berhasil mengungkap kandungan fumarol belerang yang sangat tinggi itulah yang menyebabkan burung-burung mati jika terbang di atas permukaan danau kawah putih. Tidak sampai di situ, berkat penelitiannya juga, pada zaman pendudukan Belanda di kawah putih dibangun pabrik belerang Zwavel Ontgining-Kawah Putih. Pada zaman Jepang, usaha tersebut dilanjutkan dengan nama Kawah Putih Kenzanka Gokoya Ciwidey dalam penguasaan militer Jepang. Goa peninggalan bekas pertambangan belerang itu masih tersisa. Hanya saja pengunjung tidak bisa masuk karena dipalang pakai kayu. Jangankan masuk, berdiri lama-lama di depan goa itu saja dilarang.
Kendati ‘ceceran sorga’ itu sudah ditemukan sejak 1837, masyarakat luas baru bisa menikmati keindahannya sejak tahun 1987 setelah PT Perhutani (Persero) Unit III Jabar dan Banten mengembangkannya menjadi obyek wisata.
SITU PATENGGANG
Nama tempat ini, ada yang menyebut Patengan, juga ada yang menyebut Patenggang. Jika menilik etimologi nama patengan berasal dari pateang-teang (saling mencari), menjadi pateangan (menunjukkan tempat pencarian) hingga akhirnya menjadi patengan. Sedangkan nama patenggang adalah artinya terpisah oleh jarak atau kondisi. Hingga kini dua nama tersebut tetap dipakai, namun jika melihat nama desa tempat danau itu berada adalah desa Patengan, kawasan Rancabali.
Kawasan ini memiliki sebuah legenda sehingga muncul nama Situ Patenggang. Sejarah atau mitos tentang situ ini muncul ke disebabkan karena seorang pangeran dan seorang putri yang saling jatuh cinta, namun perjalanan cinta mereka tidak semulus dan seindah yang dibayangkan oleh keduanya karena dipisahkan oleh keadaan. Sehingga air mata mereka membentuk sebuah situ atau danau. Selanjutnya danau itu dinamai dengan situ patenggang. Pada akhirnya mereka dapat berkumpul kembali pada sebuah batu di situ tersebut yang diberi nama Batu Cinta. Konon siapapun yang pernah berkunjung dengan pasangannya, maka cinta mereka akan abadi.